KabarReal.com, Opini– Pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa ke 80 memberikan ruang refleksi yang penting bagi perkembangan hukum internasional, khususnya terkait isu Palestina. Dalam forum global tersebut, Presiden menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara sebagai jalan keluar yang adil dan berimbang dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Perspektif hukum internasional sejatinya telah lama mengakui hak bangsa Palestina untuk merdeka, sebagaimana tercermin dalam berbagai resolusi Majelis Umum maupun Dewan Keamanan PBB. Oleh karena itu, pidato Presiden tidak hanya sekadar retorika diplomatik, melainkan juga penegasan terhadap kewajiban hukum internasional untuk mengakhiri kolonialisme modern dalam bentuk pendudukan yang terus berlanjut.
Menelisik sudut pandang hukum, penyelesaian damai dalam konflik Palestina dan Israel bukan hanya sebuah pilihan politik, melainkan amanat normatif dari Piagam PBB yang menjunjung tinggi prinsip non-intervensi, penghormatan terhadap kedaulatan, serta hak menentukan nasib sendiri (right to self determination). Hak ini merupakan norma jus cogens yang tidak dapat diganggu gugat. Oleh karenanya, posisi Indonesia yang secara konsisten mendukung Palestina merupakan bentuk kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum internasional yang universal. Bahkan tawaran Indonesia untuk berkontribusi dalam menjaga perdamaian dunia, termasuk dengan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, mencerminkan tanggung jawab negara anggota PBB dalam memelihara keamanan internasional.
Pada konteks ketahanan pangan dan perubahan iklim yang juga disampaikan Presiden, terdapat benang merah dengan hukum internasional mengenai pembangunan berkelanjutan. Isu lingkungan hidup dan krisis pangan tidak dapat dipisahkan dari stabilitas perdamaian. Konflik, termasuk yang terjadi di Palestina, kerap berakar pada ketidakadilan distribusi sumber daya dan pelanggaran hak ekonomi-sosial warga sipil. Karena itu, mengaitkan isu perdamaian dengan agenda pangan dan iklim adalah langkah yang tepat, sebab hukum internasional modern menuntut pendekatan multidimensi untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan berkelanjutan.
Dari sisi diplomasi, keberanian Presiden Prabowo untuk menyinggung keamanan Israel sekaligus menegaskan hak kemerdekaan Palestina menunjukkan keseimbangan hukum yang patut diapresiasi. Perdamaian yang sejati tidak mungkin tercapai jika hanya satu pihak yang diakui haknya. Dengan demikian, penekanan bahwa pengakuan Israel baru dapat dilakukan apabila Palestina terlebih dahulu memperoleh kemerdekaan adalah sikap yang sejalan dengan prinsip keadilan dalam hukum internasional. Hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia mampu memainkan peran sebagai mediator yang menjunjung tinggi hukum, bukan sekadar kepentingan politik sesaat.
Sebagai penutup, kita melihat pidato Presiden Prabowo di forum PBB ini sebagai capaian diplomasi yang patut diapresiasi. Dengan narasi yang lugas, Presiden berhasil menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang konsisten membela hak bangsa Palestina, sekaligus menunjukkan kepedulian terhadap tantangan global lain seperti krisis pangan dan perubahan iklim. Pidato ini menjadi bukti bahwa Indonesia mampu berperan lebih besar dalam menjaga perdamaian dunia, sesuai dengan amanat konstitusi. Atas dasar itu, saya memberikan pujian kepada Presiden atas kemampuannya membawa Indonesia berdiri tegak dengan suara yang jelas dan bermartabat di kancah internasional, sehingga membanggakan seluruh rakyat Indonesia.











